22 April 2011

CARA MEMBACA TULISAN IBRANI KEJADIAN 1:1

B'RESHIT (KEJADIAN) 1:1
בְּרֵאשִׁית, בָּרָא אֱלֹהִים, אֵת הַשָּׁמַיִם, וְאֵת הָאָרֶץ
kata pertama: בְּרֵאשִׁית
בְּ = huruf bet (ב) ada tanda sheva (ְ) yaitu e dan tanda dagesh (ּ) yaitu penekanan ('), maka dibacanya be' (e yang ditekan menjadi è atau seperti beruk)..
רֵ = huruf resh (ר) ada tanda tsere (ֵ) yaitu e, maka dibacanya re..
א = huruf alef tanpa tanda, mati..
שִׁ = huruf shin (ש) ada tanda titik khusus shin (ׁ) dan tanda hiriq (ִ) yaitu i, maka dibacanya sy'i...
י = huruf yod, maka dibaca y -disambung sy'i, maka menjadi syi'y)..
ת = huruf tav, maka dibaca t -disambung sy'iy, maka menjadi sy'iyt-..
jadi:
בְּרֵאשִׁית dibaca "be'resy'iyt"..
kata kedua: בָּרָא
בָּ = huruf bet (ב) ada tanda dagesh yaitu penekanan (') dan tanda qamats (ָ) yaitu a, maka dibaca b'a..
רָ = huruf resh (ר) ada tanda qamats (ָ) yaitu a, maka dibaca ra..
א = huruf alef tanpa tanda, mati..
jadi:
בָּרָא dibaca "b'ara"..
kata ketiga: אֱלֹהִים
אֱ = huruf alef (א) ada tanda hataf segol (ֱ) yaitu e, maka dibaca e..
לֹ = huruf lamed (ל) ada tanda holam (ֹ) yaitu o, maka dibaca lo..
הִ = huruf he (ה) ada tanda hiriq (ִ) yaitu i, maka dibaca hi..
י = huruf yod, maka dibaca y -disambung hi, maka dibaca hiy-..
ם = huruf akhiran mem dibaca m -disambung hiy, maka dibaca hiym-..
jadi:
אֱלֹהִים dibaca "elohiym"..
kata keempat: אֵת
אֵ = huruf alef (א) ada tanda tsere (ֵ) yaitu e, maka dibaca e..
ת = huruf tav dibaca t -disambung e, maka dibaca et-..
jadi:
אֵת dibaca "et"..
kata kelima: הַשָּׁמַיִם
הַ = huruf he (ה) ada tanda patah (ַ) yaitu a, maka dibaca ha..
שָּׁ = huruf shin (ש) ada 3 tanda, tanda titik khusus shin (ׁ), tanda dagesh (ּ) yaitu penekanan (') dan tanda qamats (ָ) yaitu a, maka dibaca sy'-a (bacanya double koma atas -benar-benar ditekan-)..
מַ = huruf mem (מ) ada tanda patah (ַ) yaitu a, maka dibaca ma..
יִ = huruf yod (י) ada tanda hiriq (ִ) yaitu i, maka dibaca yi..
ם = huruf akhiran mem, maka dibaca m -disambung yi, maka menjadi yim-..
jadi:
הַשָּׁמַיִם dibaca "ha sy'a-mayim"..
huruf keenam: וְאֵת
וְ = huruf vav (ו) ada tanda sheva (ְ) yaitu e, maka dibaca be (ditulis latinnya ve)..
אֵ = huruf alef (א) ada tanda tsere (ֵ) yaitu e, maka dibaca e..
ת = huruf tav dibaca t -disambung e, maka dibaca et-..
jadi:
וְאֵת dibaca "b'et" (ditulis v'et)..
huruf ketujuh: הָאָרֶץ
הָ = huruf he (ה) ada tanda qamats (ָ) yaitu a, maka dibaca ha..
אָ = huruf alef (א) ada tanda qamats (ָ) yaitu a, maka dibaca a (dalam penulisan Ibrani ke latin, tidak ada double huruf vokal, maka harus dipisah dengan tanda strip (-), jadi ha'a..
רֶ = huruf resh (ר) ada tanda segol (ֶ) yaitu e, maka dibaca re..
ץ = huruf akhiran tsadi, maka dibaca ts -disambung re, maka dibaca rets-..
jadi:
הָאָרֶץ dibaca "ha'arets"
MAKA:

בְּרֵאשִׁית, בָּרָא אֱלֹהִים, אֵת הַשָּׁמַיִם, וְאֵת הָאָרֶץ
DIBACA:
"be'resy'iyt b'ara elohiym ha sy'a-mayim b'et ha'arets"
(kesulitan dalam membaca tulisan dalam Bahasa Ibrani adalah banyaknya huruf yang mirip dan harakatnya yang banyak)

21 April 2011

TAMPARAN-TAMPARAN ITU SEBENARNYA UNTUK KITA

Yohanes 18:22
“Ketika Ia mengatakan hal itu, seorang penjaga yang berdiri di situ, menampar muka-Nya sambil berkata: "Begitukah jawab-Mu kepada Imam Besar?"
Yohanes 19:3
“dan sambil maju ke depan mereka berkata: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Lalu mereka menampar muka-Nya.”

Peristiwa TUHAN Yesus ditampar terjadi ketika Dia telah ditangkap dan dibawa kepada imam besar Kayafas.  Di sana Ia ditampar oleh seorang penjaga yang berdiri dekat Dia, ketika Dia berusaha memberikan jawaban kepada imam besar yang bertanya kepada-Nya.  Penjaga tersebut merasa Yesus kurang sopan dalam memberi jawaban kepada imam besar.  Di sini kita lihat betapa TUHAN yang MAHAKUASA telah membiarkan muka-Nya ditampar oleh seorang penjaga yang hanyalah manusia biasa.  Sungguh merupakan sebuah penghinaan kepada Yesus.  Peristiwa kedua terjadi ketika Yesus dibawa ke hadapan Pilatus.  Pilatus merupakan wali negeri pada waktu itu.  Pilatus menyuruh orang-orang menyesah Dia dan prajurit-prajurit  menganyam sebuah mahkota duri dan mengenakannya pada Yesus, setelah itu mereka memakaikan Yesus jubah berwarna ungu dan mereka membawa mambawa Yesus maju, lalu mereka berkata kepada-Nya : “Salam hai raja orang Yahudi dan mereka pun menampar muka-Nya.”  Prajurit-prajurit itu menampar muka Tuhan Yesus, entah berapa kali mereka menampar wajah-Nya pada waktu itu.  Pagi itu penyelidikan yang dilakukan terhadap Yesus sungguh merupakan penyelidikan yang kejam, karena disertai dengan kekerasan, padahal pada diri Yesus tidak ditemukan satu kesalahan apapun.  Dia dihina dan diejek di depan orang banyak, Ia dipermalukan dan ditampar tanpa membalas.  Bagi sebagian orang mungkin memandang bahwa Yesus bukanlah TUHAN sebab Ia tidak bisa melawan seorang penjaga dan prajurit yang menampar muka-Nya.  Dua kata tamparan yang dicatat oleh Alkitab dan semua ditujukan pada muka Yesus, hal ini menunjukkan betapa terhinanya Dia.  Namun bagi orang percaya dibalik semua peristiwa itu ada satu teladan yang Yesus berikan kepada kita.  Makna yang begitu dalam dari sebuah tindakan tidak membalas tamparan tersebut.  Yesus menunjukkan kasih yang sejati, Yesus menunjukkan betapa Dia mencintai kita semua, Dia rela menerima tamparan demi tamparan pada wajah-Nya.  Mengapa Dia melakukan hal itu? Tidak ada jawaban lain selain karena kasih-Nya kepada kita.  Tamparan mungkin merupakan salah satu dari sekian banyak penghinaan yang dialami oleh Yesus.  Tetapi dari penderitaan dan penghinaan ini kita belajar betapa Yesus mengasihi saya dan kamu.  Orang yang tidak bersalah mau menerima tamparan yang seharusnya diberikan ke muka kita karena dosa-dosa kita.  Karena itu bersyukurlah untuk semua penderitaan yang TUHAN tanggung untuk membebaskan kita dari dosa.  Mari pada moment PASKAH ini ambillah komitmen untuk BERHENTI berbuat DOSA.

TAMPARAN YANG DITERIMA TUHAN MERUPAKAN TAMPARAN YANG SEHARUSNYA DIBERIKAN KEPADA KITA ORANG YANG BERDOSA

13 April 2011

DARAH PERJANJIAN

Markus 14:24
“Dan Ia berkata kepada mereka: "Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.” (TB)
“Ia berkata kepada mereka, "Inilah darah-Ku, yang ditumpahkan bagi orang banyak dan yang memeteraikan perjanjian baru antara Allah dengan manusia” (FAYH)
“And He said to them, "This is My blood of the new covenant, which is shed for many.” (NKJV)
Ini adalah perkataan Kristus dalam malam perjamuan terakhir bersama murid-murid-Nya sebelum Ia di salibkan. Malam itu dalam perjamuan yang penuh dengan percakapan hanya Yesus yang mengetahui apa yang terjadi dengan diri-Nya beberapa jam kemudian. Murid-murid menganggap bahwa malam itu adalah malam Paskah yang sudah menjadi kebiasaan mereka seperti yang pernah mereka lalui bersama dalam tahun-tahun sebelumnya. Namun tidak bagi Yesus, malam itu adalah malam terakhir untuk menentukan nasib seluruh manusia. Di malam perjamuan itu Yesus mengatakan satu ucapan kepada murid-murid-Nya ketika Ia mengangkat cawan anggur, “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi orang banyak.” Ada satu kalimat Yesus yang begitu dalam maknanya bagi kehidupan manusia, yaitu “Darah Perjanjian.” “Darah perjanjian” yang ditumpahkan bagi banyak orang. Perkataan ini sebenarnya pernah juga diungkapkan oleh Nabi Musa dalam Keluaran 24:8, “Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: "Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.” Darah telah menjadi sebuah simbol perjanjian antara TUHAN dengan Manusia. Dalam Perjanjian Lama telah terjadi Perjanjian antara ALLAH dan Bangsa Israel sebagai umat-Nya. Pada masa Perjanjian Baru Darah juga telah menjadi sarana penebusan manusia dari dosa untuk membaharui perjanjian antara ALLAH dan manusia. Darah Kristus tercurah bagi kita semua untuk memberikan pengampunan dosa serta keselamatan. Kematian-Nya di kayu salib menetapkan suatu perjanjian yang baru di antara Allah dan semua orang yang menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Darah Kristus adalah perjanjian baru yang dijanjikan dalam Yeremia 31:31-34. Hal ini jelas menggambarkan bahwa kematian Yesus bersifat menggantikan kedudukan orang yang berdosa. “kadang-kadang kematian Kristus dianggap sebagai korban (mis. Darah perjanjian). Tapi kalau ayat-ayat ini disimak dengan lebih teliti maka yang ditujukakannya adalah bahwa kata-kata ini dipakai dengan arti yang sama dalam PL. Jadi korban-korban mencapai maksudnya oleh karena kematian korbannya. Dengan demikian darah Kristus harus diartikan sebagai kematian yang mendamaikan oleh Juruselamat (Ensiklopedi Alkitab “Darah” :236).” Darah perjanjian itu telah tertumpah 2000 tahun yang lalu – darah itu juga yang telah menyucikan kehidupan kita dari dosa dan menjauhkan kita dari gerbang maut. Darah Yesus menjadi darah perjanjian yang memateraikan kita sebagai milik Kristus. Amin

12 April 2011

Bukit Zaitun = Taman Getsemani

Bukit Zaitun adalah rangkaian dari 4 puncak bukit mini.  Puncak tertinggi 830m, dari mana dapat memandang ke bawah ke Yerusalem dan Bait Allah.  Yesus sering ke sana dan merupakan tempat yang paling aman pada masa itu.  Yesus mengenal bukit itu sebagai hutan yang lebat penuh ditumbuhi pohon zaitun, karena itu namanya bukit Zaitun.  Tapi bukit itu sekarang telah gundul bersih sejak zaman Titus.  Bukit ini pernah menjadi tempat penyembahan berhala pada zaman Raja Salomo 1 Raja-raja 11:7-8.  Pada masa Raja Yosia penyembahan itu dihapuskan 2 Raja-raja 23:13 dan pada masa Tuhan Yesus digunakan sebagai tempat mereka berisitirahat.  Ketika di dalam tulisan-tulisan Alkitab dikatakan Yesus pergi ke bukit Zaitun, sebenarnya menuju kepada satu tempat yang khusus bernama taman getsemani.  Getsemani adalah sebuah taman di kaki bukit Zaitun yang terletak di timur Yerusalem.  Mungkin taman Getsemani berhadapan dengan taman Eden, sebagai taman dimana adam yang kedua mengatasi pencobaan.  Taman Getsemani ini menjadi satu symbol ketaatan Tuhan di dalam membangun hubungan yang intim dengan Tuhan.  Bagaimana pun sibuknya Tuhan Yesus dengan pelayanan-Nya, namun Ia tahu mempergunakan waktu dengan baik.  Ia selalu punya waktu untuk bersekutu dengan Tuhan di taman Getsemani ini.  Tempat favorit Yesus selama Ia ada di dunia ini, sehingga Yudas dapat dengan mudah mengetahui kapan waktu yang tepat untuk menangkap Yesus dan di mana sebaiknya Ia ditangkap.
Pertanyaan bagi kita adalah dimanakah tempat favorit kita selama kita hidup?  Di Mall, di Kampus, di Rumah, di Gereja atau di Tempat-tempat reaksreasi atau bersama dengan teman.
Harusnya kita sebagai orang Kristen menjadikan SAAT TEDUH sebagai tempat terfavorit selama kita hidup di dunia ini, bahkan menjadikannya seperti rumah kita di mana kita dapat bertemu dengan TUHAN.  Yesus mengajarkan kepada kita untuk menjadikan SAAT TEDUH atau saat pertemuan dengan BAPA sebagai tempat yang paling menyenangkan dan paling ditunggu oleh kita.  Amin

SAAT TEDUH MERUPAKAN TEMPAT TERFAVORIT BAGI MEREKA YANG MENGENAL TUHAN DENGAN BENAR

11 April 2011

BELAJAR DARI KESALAHAN

Tahun enam puluhan, sebelum era komputer dan elektronik, seorang juru tik yang ceroboh di Houston, Texas, mencari cara untuk memperbaiki kesalahan ketiknya. Ia menemukan cat putih di garasi yang diencerkan dengan cairan pengencer, lalu mulai menghapus kesalahannya dengan 'cat' itu. Ia menunggu cat itu kering lalu mengetikkan ejaan yang benar. Rekan-rekannya menyukai gagasannya dan ingin membeli larutan buatannya. Gagasan itu menjadi populer, sampai perusahaan 3-M membeli produk dan gagasannya dengan harga tiga juta dolar. Kini, kita mengenalnya sebagai Type-Ex. Ternyata, kesalahan pun dapat menjadi ide brilian.
Tidak perlu malu karena pernah berbuat kesalahan, selama hal itu dapat menjadikan kita lebih bijaksana dari sebelumnya. Keterbatasan pengetahuan, ketidaktahuan, lupa, dan masih banyak hal lain dapat membuat kita salah dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dalam hidup, kita pasti akan mengalami rasanya melakukan kesalahan. Namun, yang penting adalah kenali kesalahan-kesalahan itu dan belajarlah darinya, supaya kita jangan terus berkubang di kesalahan yang sama.
Di dalam Alkitab, kita juga melihat beberapa tokoh besar yang semasa hidupnya pernah berbuat salah. Sebut saja Petrus. Ia pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, tetapi ia bertobat. Setelah dipulihkan, hidupnya pun menjadi berkat bagi orang banyak. Berbeda sekali dengan Yudas. Sama-sama murid Yesus, mereka juga sama-sama bersalah. Namun, bedanya Yudas lebih memilih untuk berkubang dalam lumpur dosa, sehingga ia mati sia-sia.
Presiden Roosevelt berkata, “Satu-satunya orang yang tidak membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah melakukan apa-apa.” Sedangkan Paul Galvin mengatakan, “Jangan takut dengan kesalahan. Kebijaksanaan biasanya lahir dari kesalahan.” So, tetaplah berkarya. Don't worry about fail! Ok?



06 April 2011

KESUCIAN ALLAH SEBAGAI PEMBUKTIAN KEBENARAN ALLAH


MAKALAH
TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

  
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY
MAKASSAR
2010

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB
       I.            PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Masalah Pokok
Tujuan Penulisan

    II.            KESUCIAN ALLAH SEBAGAI PEMBUKTIAN KEBENARAN ALLAH
Pengertian Kesucian Sebagai Atribut Allah
Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menghukum Orang Yang Berdosa 
Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menyelamatkan Manusia

 III.            PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Banyak peristiwa dan pandangan yang berusaha menghilangkan pemikiran abstrak tentang kebenaran Allah sebagai kebenaran yang tertinggi dari segala sesuatu di dunia ini.  Hal ini dapat terlihat “ketika Yuri Gagarin menjadi manusia pertama yang terbang di ruang angkasa, Kruschov, Perdana Menteri Uni Soviet pada waktu itu, berkoar bahwa dia (Yuri Gagarin) tidak menemukan Tuhan di sana.[1]  Dengan penerbangannya keluar angkasa Yuri Gagarin menunjukkan satu bukti bahwa Allah itu tidak ada dan tidak ditemukan tanda-tanda tentang Allah, bahkan tidak ada satu kebenaran yang membuktikan tentang Allah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pribadi yang paling tertinggi di dunia ini adalah manusia, sebab tidak ada Allah.  Jika demikian kebenaran Allah itu tidak ada, yang ada hanya kebenaran yang ditentukan oleh manusia itu sendiri.  Pandangan demikian telah muncul diakhir abad ke-19, pandangan ini dikenal dengan paham “Relativisme” yaitu “pandangan bahwa pengetahuan itu dibatasi, baik oleh akal budi yang serba terbatas maupun oleh cara mengetahui yang serba terbatas.”[2]  Dalam arti yang lain bahwa, segala yang benar didasarkan atas pengetahuan manusia dan tidak ada kebenaran yang mutlak untuk dijadikan dasar dalam bertindak.  Paham relativisme menyangkal tentang Allah sebagai otoritas tertinggi dari sebuah kebenaran yang mutlak untuk semua umat manusia.  Bahkan “pada zaman modern ini, kata “Allah” telah menjadi tanpa isi.  Bagaimanapun memang sulit untuk membuktikan realitas Allah dengan cara yang tidak dapat diragukan lagi.”[3]  Paham relativisme adalah paham yang sesat, karena dengan pemahaman ini manusia hidup tanpa batasan dan bebas untuk hidup menurut kehendak mereka sendiri.  Padahal arti dari kata kebenaran adalah “keadaan yang cocok dengan keadaan yg sesungguhnya, sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kelurusan hati; kejujuran.”[4]  Jika manusia hidup dengan paham relativisme berarti mereka tidak hidup dalam kebenaran, sebab untuk melakukan kebenaran harus ada sebuah dasar yang menjadi acuan untuk bertindak dengan benar.  Manusia tidak dapat menjadikan dirinya sebagai dasar dari kebenaran, sebab Alkitab berkata dalam kitab Roma 3:23 “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.”  Manusia telah berdosa dan tidak mungkin dapat menjadikan pengetahuannya sebagai dasar dari kebenaran.  Sedangkan Allah adalah Allah yang suci tanpa dosa, sehingga karena kesucian Allah itu, maka Allah adalah kebenaran yang hakiki, karena kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah.  Sehingga manusia seharusnya menjadikan Allah sebagai standar kebenaran yang tertinggi dari segala sesuatu.


Masalah Pokok
Masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
Pertama, Sejauh mana Kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menghukum manusia yang berdosa?
Kedua, Sejauh mana kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menyelamatkan manusia yang berdosa?

Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Pertama, untuk memberikan pengertian bahwa kesucian Allah sebagai pembuktian kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menghukum manusia yang berdosa.
Kedua, untuk memberikan pengertian bahwa kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menyelamatkan manusia yang berdosa.


[1] Wordpress “Pesan Natal dari ruang angkasa”; diakses 03 desember 2010; tersedia di http://bukukuini.wordpress.com/2008/12/25/pesan-natal-dari-ruang-angkasa/
[2] Arti Kata. “Relativisme”; diakses 07 desember 2010; tersedia di http://www.artikata.com/arti-347432-relativisme.php
[3] Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), 131.
[4] J.S. Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1984)


BAB II
KESUCIAN ALLAH SEBAGAI PEMBUKTIAN KEBENARAN ALLAH
Pengertian Kesucian Sebagai Atribut Allah
            Kekudusan merupakan sifat dari pribadi Allah dan “Kekudusan Allah merupakan sifat yang terutama di antara semua sifat Allah.”[1]  “Jadi dapat dipahami bahwa Kesucian Allah adalah salah satu atribut-Nya yang transendentral, dan kadang-kadang dibicarakan sebagai kesempurnaan yang sentral dan paling tinggi.  Memang tampaknya kurang tepat, tetapi seandainya diperbolehkan, tekanan Alkitab pada Kesucian membenarkan pikiran ini.”[2]  Kesucian Allah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari jati diri Allah.  Nabi Habakuk mengakui tentang Kesucian Allah dalam Habakuk 1:13 “Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman…”  Kata suci berarti “sangat bersih, tidak bernoda, tidak membuat dosa, bersih, tidak mengandung perasaan buruk apapun.”[3]  Dalam Alkitab, Allah selalu dinyatakan sebagai Allah yang suci atau Allah yang Mahakudus.  Menurut John Miley Kesucian Allah merupakan salah satu bagian dari “Modes of Divine Moral Sensibility.”[4]  “Kata Ibrani untuk “kudus” (…- qadosh) berarti “ditentukan garis-garis batas” atau “ditarik dari pemakaian umum yang biasa.”  Kata ini berasal dari kata kerja yang artinya “memutuskan” atau “memisahkan.”[5]  Jika arti dari kata kudus dikaitkan kepada Allah, maka Allah adalah Allah yang benar-benar tidak terlibat dalam dosa dan secara pribadi hakekatnya adalah murni dan bersih dari semua kejahatan.  Sifat keilahian ini melekat erat dalam jati diri Allah dan dalam semua tindakan-Nya, Allah selalu bertindak sesuai dengan sifat-Nya yang suci.  Dalam buku Teologi Dasar, Charles Ryrie menjelaskan tentang makna dari Kesucian Allah sebagai berikut;
Biasanya didefenisikan secara negatif dan dalam hubungan terhadap suatu standar yang relatif, tidak mutlak.  Dalam Alkitab kesucian berarti pemisahan dari segala hal yang biasa atau najis.  Berkenaan dengan Allah, kesucian berarti tidak hanya bahwa Ia terpisah dari segala sesuatu yang najis dan jahat, tetapi juga bahwa Ia nyata-nyata bersih dan karenanya berbeda dari semua yang lain.[6]

            Sifat ilahi Allah yang suci mengacu kepada sebuah pemikiran bahwa segala tindakan yang keluar dari diri Allah semuanya adalah tindakan yang murni, tanpa maksud yang  jahat.  Kesucian Allah menunjukkan, bahwa hanya ada satu kebenaran yang tertinggi yaitu kebenaran Allah itu sendiri.  Kebenaran dan kesucian Allah adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, oleh karena sifat suci Allah, menunjukkan juga kebenaran dari diri Allah.  Tidak ada kebenaran yang lebih tinggi daripada kebenaran Allah, hal ini juga dikatakan oleh Henry C. Thiessen, “Allah tidak menghendaki yang baik karena itu baik, juga tidak dapat dikatakan bahwa sesuatu itu baik karena itu dikehendaki oleh Tuhan; jika halnya demikian maka itu berarti ada sesuatu yang baik yang lebih tinggi dari Allah atau yang baik itu sewenang-wenang dan bisa berubah-ubah.  Lebih tepat kalau dikatakan bahwa kehendak Allah merupakan wujud sifat-dasar Allah yang kudus itu.”[7]  Berarti sifat ilahi Allah yang kudus menunjukkan kebenaran Allah yang seharusnya menjadi standar moral dari semua manusia.  Tindakan-tindakan Allah yang kudus dapat terlihat jelas di dalam Alkitab dan secara khusus dalam Perjanjian Lama Allah lebih banyak dikenal sebagai pribadi yang kudus dan tidak berkompromi dengan dosa-dosa manusia.  Hal ini dapat terlihat secara nyata pada waktu Allah memberikan Sepuluh Hukum Taurat kepada bangsa Israel dengan tujuan supaya bangsa Israel menjalankan praktek kehidupan yang kudus dihadapan Tuhan Allah sebagai umat pilihan-Nya, sebab Allah itu kudus (Keluaran 20:1-17).
            Kesucian Allah merupakan sebuah tuntutan yang menjadikan kebenaran Allah sebagai standar yang mutlak bagi semua manusia.  1 Petrus 1:16 “sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus,” Allah memberikan standar kebenaran hidup bagi semua manusia, kebenaran yang didasarkan atas sifat-Nya yang ilahi dan menjadikan sifat-Nya yang suci sebagai standar kebenaran yang harus dipenuhi oleh semua manusia.  Millard J. Erickson pun mengatakan hal yang demikian bahwa, “Kesempurnaan Allah merupakan tolak ukur bagi watak moral kita serta pendorong bagi perbuatan keagamaan.  Seluruh peraturan moral bersumber pada kekudusan-Nya.”[8]  Dengan demikian seharusnya semua manusia melandaskan kebenaran dalam kekudusan Allah.  “Oleh karena yang tersebut diatas maka ada satu lagi sudut dari kesucian Allah, yaitu : bahwa kesucian ini akan membasmi segala yang tidak suci.  “Seperti asap hilang tertiup, seperti lilin meleleh di depan api, demikianlah orang-orang fasik binasa dihadapan Allah” (Mazmur 68:3).”[9]

Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menghukum Orang Yang Berdosa.
Allah Israel yang mahakudus, sangat-sangat tegas mengenai manusia yang melakukan dosa, Nahum 1:3 “Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa-Nya, tetapi tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah.”  Karena sifat ilahi Allah yang suci, maka Allah bertindak dengan Adil dan benar, kesucian-Nya tidak dapat membiarkan dosa itu terjadi begitu saja dihadapan-Nya, dan setiap dosa yang dilakukan akan mendapatkan hukuman dari Allah.  Tindakan untuk menghukum manusia berdosa berasal dari kekudusan Allah dan Allah secara aktif menunjukkan kebenaran-Nya.  “…Kebenaran Allah berarti bahwa hukum Allah sebagai ungkapan yang benar tentang diri-Nya, adalah sempurna sebagaimana Dia sempurna adanya.”[10]  Allah begitu serius dalam memandang dosa manusia, bahkan Adam yang sebelumnya memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan dijauhkan dari hadirat kekudusan Allah dan membawa kutukan dosa bagi generasi manusia sampai pada saat ini.  Dalam Perjanjian Lama dosa memiliki beberapa arti yang berasal dari bahasa Ibrani, salah satunya dosa berasal dari kata “Khata” yang memiliki “arti utamanya adalah tidak mengenai sasaran, dan sepadan dengan kata Yunani hamartano…kata tersebut digunakan untuk menjelaskan dosa kejahatan moral, penyembahan berhala, dan yang berhubungan dengan upacara.”[11]  Jadi, ketika manusia berdosa, sama halnya manusia tidak memenuhi standar kekudusan Allah atau tidak mencapai sasaran dari kebenaran yang Allah tetapkan.  Sehingga manusia harus dihukum, sebab kesucian Allah menuntut sebuah tindakan yang benar untuk menghukum manusia yang berdosa.  Tindakan menghukum dosa merupakan kebenaran dari Allah yang tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan oleh manusia.  Sifat suci dari Allah membuktikan kebenaran Allah yaitu kebenaran untuk bertindak secara adil terhadap semua manusia yang berdosa.  Paulus menyatakan tentang murka Allah atas setiap manusia yang berdosa dalam Roma 1:18-19 “Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.  Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka”  Murka Allah merupakan tindakan yang benar dari kebenaran Allah yang suci.  Bukan hanya tindakan Allah yang benar, tetapi pada hakekatnya Allah sendiri adalah kebenaran itu, dan kebenaran Allah itu semakin nampak oleh sifat Allah yang mahakudus.  Kemahakudusan Allah yang tidak dapat memandang dosa itu menyatakan kebenaran tentang Allah.

Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menyelamatkan Orang Yang Berdosa
            Allah yang suci membuktikan kebenaran Allah melalui tindakan-Nya menyelamatkan orang yang berdosa.  Kebenaran Allah dinyatakan melalui sifat Allah yang suci yang melihat bahwa semua manusia tidak ada yang suci dan tidak dapat hidup sesuai dengan standar hidup yang Allah tetapkan (1 Petrus 1:16).  Sejak dari kejatuhan Adam dan Hawa (Kejadian 3) sampai pada zaman sekarang dan yang akan datang, manusia telah mewarisi sifat berdosa dari Adam.  Manusia harus menanggung ganjaran dari Allah atas segala bentuk dosa yang telah dilakukan oleh adam, dan dosa yang secara pribadi mereka lakukan.  Namun Allah yang penuh kasih, bertindak untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, melalui karya penebusan dosa di dalam Kristus Yesus.  Roma 6:23, “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”  Allah yang suci menjadikan diri-Nya sebagai Pribadi yang menebus dosa umat manusia melalui karya anak-Nya yang tunggal Yesus Kristus (Yohanes 3:16).  Kesuciaan dan kasih Allah berpadu dalam menunjukkan kebenaran tentang jati diri Allah.   Karena kesucian-Nya, maka secara otomatis hanya Dialah yang dapat menanggung segala hukuman atas manusia yang berdosa.  2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.  Dengan kata lain, Allah yang benar itu telah membenarkan manusia yang berdosa melalui kematian Yesus Kristus.  Paulus berkata dalam Roma 5:9, “Lebih-lebih karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah.”  Kesuciaan Allah mengharuskan Dia menghukum manusia yang berdosa, Kesucian Allah menjadikan diri-Nya sebagai Juruselamat bagi umat manusia yang berdosa dan kesucian Allah membuktikan bahwa hanya Allah Israel satu-satunya Allah yang benar.  “Sheed menyebutkan keadilan Allah sebagai “suatu cara pengungkapan dari kesucian-Nya”; dan Strong menyebutkan sebagai “kesucian transitif.”[12]  Karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus membuktikan sifat-sifat moral dari Allah, baik kesucian-Nya, kasih-Nya, maupun kebenaran-Nya, dan sifat-sifat lainnya.  Semua sifat Allah berjalan bersama, tanpa tindih menindih satu dan yang lainnya, melainkan semua sifat Allah adalah satu kesatuan yang ada di dalam jati diri Allah tersebut.  Dalam karya keselamatan, jika dilihat lebih dalam bahwa peran dari kesucian Allah terlihat jelas dalam membuktikan kebenaran tentang jati diri Allah.  Dia yang suci dan Dia yang benar, dengan atribut kesucian-Nya Ia membuktikan sifat dari kebenaran-Nya sendiri.  Semua kebenaran adalah kebenaran Allah dan kebenaran itu adalah Allah sendiri, sehingga semua manusia yang tidak benar harus dibenarkan melalui penebusan dosa dari Yesus Kristus yang adalah Allah yang suci itu.  Yesaya 53:6, “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”  Kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah melalui tindakan penyelamatan manusia yang berdosa.  Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, hanya Allah yang suci yang dapat menyelamatkan manusia yang berdosa.  Melalui keselamatan yang Allah kerjakan, maka terbuktilah kebenaran Allah yang hakiki.



[1] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika (Malang; Gandum Mas, 1992), 127
[2] Luis Berkhof, Teologi sistematika (Surabaya : Momentum, 2008), 122.
[3] J.S. Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1984)
[4] John Miley, Sistematic Theology (USA : Hendrikson Publisher, 1989), 199.
[5] Millard J. Erickson, Teologi Kristen (Malang: Gandum Mas, 1999), 368.
[6] Charles Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta : Andi, 1992), 51
[7] Henry c. Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 1992), 127.
[8] Millard J. Erickson, Teologi Kristen (Malang: Gandum Mas, 1999), 369.
[9] R.  Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002), 108.
[10] Ibid, 371
[11] Charles Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta : Andi, 1992), 281.
[12] Luis Berkhof, Teologi sistematika (Surabaya : Momentum, 2008), 125.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Makalah ini membahas tentang hubungan antara kesucian Allah sebagai pembuktian kebenaran Allah.  Perlu diketahui bahwa, sifat-sifat Allah tidak pernah saling bertentangan, malahan sifat Allah itu saling berpadu untuk mengungkapkan kepada alam semesta ini tentang jati diri Allah sebenarnya.  Pembahasan makalah ini dibatasi kepada satu tujuan yaitu pembuktian tentang kebenaran Allah melalui sifatnya yang suci atau kudus.  Dalam mengungkapkan tentang kebenaran Allah, maka kesucian Allah dinyatakan dalam beberapa aspek, khususnya dalam makalah ini membahas ada dua aspek, dimana kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah yaitu : pertama, kesucian Allah dalam tindakan-Nya menghukum orang-orang yang berdosa.  Dalam hal ini Allah yang suci tidak dapat membiarkan dosa dan harus menghukum manusia yang berdosa, sehingga dari kesucian Allah ini terlihat jelas tentang kebenaran Allah.  Kedua, kesucian Allah dalam tindakan-Nya menyelamatkan orang-orang yang berdosa.  Bukan hanya dengan menghukum maka kesucian Allah membuktikan kebenaran tentang Allah, tetapi lewat karya penyelamatan kesucian Allah juga membuktikan tentang kebenaran Allah.  Karena Dia suci, maka hanya Dia yang dapat menyelamatkan manusia dan dengan demikian kebenaran Allah pun telah terbukti.  Hanya Allah yang benar, hal itu terungkap melalui sifat-Nya yang suci.  Kesucian Allah sebagai pembuktian tentang kebenaran Allah hanya dapat dimengerti sejauh Allah mengungkapkan hal itu di dalam kehidupan manusia.  1 Yohanes 3:3, “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.”  Amin.
Jika anda ingin belajar bahasa Yunani, terlebih dahulu anda harus memiliki font Yunani di dalam PC/Laptop anda untuk dapat membaca tulisan, kalimat, dan kata-kata di dalam konten "Belajar Yunani".
Font Yunani dapat anda download di :

Jika anda ingin belajar Ibrani silahkan download font Ibrani di :