29 Mei 2012

Pemberi Diberi



Prinsip-prinsip Kerajaan Sorga seringkali berkebalikan dengan prinsip-prinsip dunia. Salah satunya adalah soal memberi. Sementara dunia mengajarkan kita untuk bersikap egois, lebih suka mengambil daripada memberi - namun Firman Tuhan mendorong kita untuk memberi. Sebab justru ketika kita rela memberi, maka kita akan diberi. Prinsip hidup diberkati bukanlah dengan cara menggenggam erat apa yang kita miliki, melainkan melepaskan berkat sehingga jatuh ke tanah, bertumbuh dan berbuah lebat.

Pernahkah kamu mendonorkan darah? Karena memenuhi persyaratan kesehatan, saya beberapa kali berkesempatan mendonorkan darah. Dalam beberapa menit, darah saya diambil sekitar 250cc sampai 300cc. Tapi tentu saja setelah melakukan donor darah, tubuh saya tidak akan jadi kekurangan darah. Untuk sejenak kadang-kadang memang tubuh terasa lemas atau agak pusing. Namun beberapa saat kemudian, secara otomatis tubuh akan memproduksi darah lagi sehingga kembali sehat dan segar. Inilah prinsip memberi. Orang yang memberi tidak akan pernah berkekurangan.

Hambatan kita untuk memberi seringkali adalah ketika kita berpikir diri kita masih kekurangan. Kita merasa belum mampu memberi, sehingga kita tidak perlu memberi. Nanti kalau aku memberi, malah jadi kurang. Biarlah mereka yang berlimpah saja yang memberi. Kalau cara berpikir kita seperti ini, jangan kaget bila kita terus menerus kekurangan sedangkan mereka yang kaya menjadi semakin kaya. Bukankah mereka yang kita anggap kaya, mau memberi dan akhirnya diberi berkat oleh Tuhan? Memberi adalah sebuah kesempatan. Ketika kita melihat ada orang yang perlu kita tolong, itu adalah sebuah kesempatan untuk kita menabur! Jadi, jangan tahan tangan kita untuk memberi. Karena saat memberi hidup kita akan semakin diberkati. Dengan belajar bermurah hati, kita sedang menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk memberkati sesama. Dan buktikanlah bahwa orang yang murah hati tidak akan pernah berkekurangan.

11 Mei 2012

APAKAH TENSE AORIST (YUNANI) HANYA BERARTI:SEKALI UNTUK SELAMANYA/SUDAH SELESAI?

Kemungkinan besar ada orang yang berasumsi demikian “Tense Aorist menunjuk kepada tindakan yang dilakukan sekali untuk selamanya.”  Bagi anda yang senang dengan eksegesis anda mungkin harus memperhatikan pernyataan ini, “Tidaklah sekaligus jelas bahwa tense adalah cara yang sangat akurat untuk menunjuk kepada “tenses bahasa Yunani”.

Pertanyaan lain buat anda adalah, andaikata suatu bentuk verb adalah present tense secara morfologi, namun faktanya verb tersebut tidak menunjuk kepada waktu masa sekarang tetapi kepada masa lalu: bagaimana cara anda menyusun sintaksis dan gramatika penafsirannya? kemungkinan anda akan dibuat kebingungan.
Kebanyakan orang mungkin mempelajari gramatika Yunani dan berpendapat bahwa tense dalam bahasa Yunani berkaitan dengan modus indikatifnya kemudian merefleksikannya dalam actionsart.  Apakah hal itu dapat dijadikan struktur yang benar dan dipertanggung jawabkan?

Diatas adalah beberapa pertanyaan yang muncul ketika anda melakukan eksegesis gramtika.  Tetapi pada kesempatan ini kita akan membahas tentang tense aorist.  Kebanyakan orang mungkin menganggap ayat-ayat dibawah ini sebagai landasan bahwa sebuah klausa yang mendapatkan tense Aorist menghasilkan sebuah tindakan “sekali untuk selamanya atau sudah selesai”.

Frasa ‘semua orang telah berbuat dosa….’  Kata ‘hemarton’ dalam Roma 5:12.  ‘Metanoisen’ dalam Wahyu 3:19 – pastilah pertobatan yang sekali dan untuk selamanya.  Begitu pula dengan 1 Korintus 5:7 ‘etuthe’ kematian Kristus adalah suatu peristiwa yang sudah selesai dan satu kali untuk selamanya.
Tetapi bagaimana dengan ayat-ayat berikut yang mengandung Aorist tense, apakah dapat di artikan sesuai tense?

Filipi 2:12 – Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat.  Hypekousate (taat) bukanlah suatau tindakan sekali untuk selamanya atau tindakan yang pungtiliar secara temporal.

Matius 6:6 – Tetapi jika engkau berdoa, masuklah (eiselthe) ke dalam kamarmu.  Apakah dapat dikatakan ‘sekali untuk selamanya’, tentunya tidak.  Melainkan menyatakan aspek pengulangan.

1 Yohanes 5:21 – Waspadalah (phylaxatel) terhadap berhala-berhala.  Jelas tidak berarti kita hanya satu kali saja menjaga diri kita, maka bahaya tidak akan datang lagi.

Banyak ayat lagi yang menentang penjelasan tentang tense Aorist yang kadang lebih dibebankan untuk menjelaskan sebuah klausa.  Stagg mengatakan bahwa dalam 1 Korintus 5:7 atau ayat lain yang mengandung aorist tense bahwa secara teologis bukan mendapatkan dukungan yang meyakinkan dari penggunaan aorist tense.  Contoh, “Rebahnya Safira merupakan tindakan yang ‘instan’ bukan diperjelas dengan ‘aorist tense’ melainkan konteksnya pada saat itu.

Karena itu ketika anda hendak mengadakan eksegesis, anda tidak boleh hanya memberatkan pada arti tense.  Tetapi anda harus mengerti kekuatan semantic yang paling dasar dari tense bahasa Yunani.  Menurut D. A. Carson kekuatan semantic yang mendasar dari tense Yunani adalah “aspek”: aspek merefleksikan pilihan penulis tentang bagaimana menyajikan suatu tindakan.  Waktu tindakan tidak disampaikan oleh tense bahasa Yunani (yang disetujui oleh semua pihak, diluar indikatif), tidak pula jenis tindakan itu – misalnya seorang penulis mungkin berpikir mengenai tindakan tententu sebagai tindakan yang ‘komplet’, meskipun tindakan itu memakan waktu yang sangat lama, dan memilih untuk menggunakan aorist tense.”

Selain itu secara linguistic, anda harus bisa membedakan antara ‘semantik’ dari bentuk morfologis dan pragmatic.


Sumber : D.A Carson "Exegetical Fallacies", 87, 89, 90

03 Mei 2012

ENOS : ZAMAN ORANG MULAI MEMANGGIL NAMA TUHAN



Kejadian 4:26,
“Lahirlah seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinamainya Enos.  Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN.”

Enos merupakan anak laki-laki dari Set yaitu keturunan ketiga dari Adam.  Enos dilahirkan ketika Set berusia 105 tahun.

Kejadian 5:6,
“Setelah Set hidup seratus lima tahun, ia memperanakkan Enos.”

Enos memiliki seorang anak pada usia 90 tahun dan di hidup selama 905 tahun.  Dia hidup bersama dengan Adam selama 695 tahun dan 84 tahun bersama dengan Nuh.  Nama Enos berasal dari kata ‘anash’  yang berarti ‘mudah pecah atau lemah’.  Dengan nama tersebut Enos menggambarkan keadaan manusia yang lemah dan ketidakmampuan manusia.”  Karena itu manusia membutuhkan Tuhan dan pada zaman Enos orang-orang mulai memanggil nama Tuhan.

Orang-orang pada zaman Enos mulai memanggil nama Tuhan, hal ini dengan pengertian bahwa orang-orang pada zaman itu telah mulai membangun hubungan yang aktif dengan Tuhan.    Dengan demikian ‘nama Tuhan’ sudah mulai diberitakan oleh semua orang pada masa itu.  Set memberikan nama yang tepat untuk anak laki-lakinya ‘Enos’, dengan nama tersebut Set telah menunjukkan pengakuan tentang ‘keterbatasan manusia dan kelemahannya’ tanpa hubungan yang benar dengan Tuhan.

Menurut Abraham Park arti dari “orang mulai memanggil nama Tuhan’ menunjuk kepada ‘kehidupan ibadah yang teratur untuk melayani dengan benar.’  Kehidupan ibadah memang bukan dimulai hanya pada masa Enos, tetapi jauh sebelum itu ibadah penyembahan kepada Tuhan sudah dilakukan.  Tetapi pada zaman Enos, orang-orang sudah mulai dengan teratur mengadakan ibadah kepada Tuhan, bahkan memberitakan nama Tuhan kepada orang lain.  Kata ‘memanggil’ atau ‘qara’ dalam bahasa Ibrani berarti ‘menyatakan’ dan ;berteriak dengan keras’.  Dengan demikian kata tersebut menunjukkan suatu pengertian bahwa nama Tuhan telah diberitakan.

Pada masa Enos juga orang-orang mulai menanggalkan kehendak sendiri dan mulai mengutamakan penyembahan kepada Tuhan.  Ahli-ahli teologi mengatakan bahwa “mentalitas dan sikap dasar ibadah yang sangat mengharapkan hadirat Allah telah didirikan” di zaman Enos.  Dosa telah merusakan kehidupan manusia dan membuat manusia begitu lemah karena terpisah dengan Tuhan.  Tetapi jika manusia berusaha untuk terus memanggil nama Tuhan, maka ada kekuatan untuk melawan segala dosa dan godaanya.

Roma 10:13,
“Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.”




Referensi : Penulis + buku ‘Silsilah Kejadian’.

02 Mei 2012

LAMEKH : HEDONISME


Kejadian 4:19-24,

Lamekh mengambil isteri dua orang; yang satu namanya Ada, yang lain Zila.  Ada itu melahirkan Yabal; dialah yang menjadi bapa orang yang diam dalam kemah dan memelihara ternak.  Nama adiknya ialah Yubal; dialah yang menjadi bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling.  Zila juga melahirkan anak, yakni Tubal-Kain, bapa semua tukang tembaga dan tukang besi. Adik perempuan Tubal-Kain ialah Naama.  Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: "Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat."

Setelah kejatuhan Kain kejahatan terus mengikuti garis keturunan Kain termasuk Lamekh.  Lamekh adalah tokoh  terakhir dari garis keturunan Kain yang dicatat oleh kitab Kejadian.  Nama Lamekh berarti ‘orang muda yang berkekuatan besar’ atau ‘penindas’.  Dengan demikian kita dapat melihat karakter Lamekh yang sombong dan membanggakan dirinya dengan bersandar pada kekuatannya. 

Dengan mengandalkan kekuatan sendiri Lamekh mewarisi dosa-dosa  dari nenek moyangnya dan menambah daftar panjang dari kejahatan keturunan Kain.  Hal ini dapat dilihat ketika Lamekh  menjalani kehidupan yang ‘hedonisme’.

Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Lamekh tidak lagi memandang bahwa kebahagiaan hanya dapat dicapai ketika seseorang hidup di dalam kebenaran Tuhan.  Tetapi Lamekh merasa bahwa kebahagian adalah menjalani kehidupan menurut keinginan diri sendiri.  Bahkan Lamekh mengambil dua orang perempuan sebagai isterinya dan hal ini mencemarkan prinsip perkawinan suci.  Hidup hedonism itu semakin nyata dengan sikap Lamekh setelah melakukan pembunuhan.  Bukannya menyesal atas segala dosa yang dia lakukan, Lamekh malah memamerkan perbuatannya tersebut kepada isteri-isterinya.  Dan parahnya lagi, isteri-isteri Lamekh yang seharusnya menegur tindakan Lamekh, berbalik memuji dan mendukung tindakan suaminya tersebut.  (Kej. 4:23-24)
Sungguh kehidupan keluarga yang jauh dari kebenaran Tuhan.  Lamekh sebagai kepala keluarga tidak mampu menjadi seorang ayah yang baik bagi anak-anaknya (Yabal, Yubal, Tubal-Kain, Naama).  Tidak mampu juga menjadi seorang suami yang memimpin isteri-isterinya (Ada dab Zila).
Jika anda ingin belajar bahasa Yunani, terlebih dahulu anda harus memiliki font Yunani di dalam PC/Laptop anda untuk dapat membaca tulisan, kalimat, dan kata-kata di dalam konten "Belajar Yunani".
Font Yunani dapat anda download di :

Jika anda ingin belajar Ibrani silahkan download font Ibrani di :