06 April 2011

KESUCIAN ALLAH SEBAGAI PEMBUKTIAN KEBENARAN ALLAH


MAKALAH
TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

  
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY
MAKASSAR
2010

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB
       I.            PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Masalah Pokok
Tujuan Penulisan

    II.            KESUCIAN ALLAH SEBAGAI PEMBUKTIAN KEBENARAN ALLAH
Pengertian Kesucian Sebagai Atribut Allah
Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menghukum Orang Yang Berdosa 
Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menyelamatkan Manusia

 III.            PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Banyak peristiwa dan pandangan yang berusaha menghilangkan pemikiran abstrak tentang kebenaran Allah sebagai kebenaran yang tertinggi dari segala sesuatu di dunia ini.  Hal ini dapat terlihat “ketika Yuri Gagarin menjadi manusia pertama yang terbang di ruang angkasa, Kruschov, Perdana Menteri Uni Soviet pada waktu itu, berkoar bahwa dia (Yuri Gagarin) tidak menemukan Tuhan di sana.[1]  Dengan penerbangannya keluar angkasa Yuri Gagarin menunjukkan satu bukti bahwa Allah itu tidak ada dan tidak ditemukan tanda-tanda tentang Allah, bahkan tidak ada satu kebenaran yang membuktikan tentang Allah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pribadi yang paling tertinggi di dunia ini adalah manusia, sebab tidak ada Allah.  Jika demikian kebenaran Allah itu tidak ada, yang ada hanya kebenaran yang ditentukan oleh manusia itu sendiri.  Pandangan demikian telah muncul diakhir abad ke-19, pandangan ini dikenal dengan paham “Relativisme” yaitu “pandangan bahwa pengetahuan itu dibatasi, baik oleh akal budi yang serba terbatas maupun oleh cara mengetahui yang serba terbatas.”[2]  Dalam arti yang lain bahwa, segala yang benar didasarkan atas pengetahuan manusia dan tidak ada kebenaran yang mutlak untuk dijadikan dasar dalam bertindak.  Paham relativisme menyangkal tentang Allah sebagai otoritas tertinggi dari sebuah kebenaran yang mutlak untuk semua umat manusia.  Bahkan “pada zaman modern ini, kata “Allah” telah menjadi tanpa isi.  Bagaimanapun memang sulit untuk membuktikan realitas Allah dengan cara yang tidak dapat diragukan lagi.”[3]  Paham relativisme adalah paham yang sesat, karena dengan pemahaman ini manusia hidup tanpa batasan dan bebas untuk hidup menurut kehendak mereka sendiri.  Padahal arti dari kata kebenaran adalah “keadaan yang cocok dengan keadaan yg sesungguhnya, sesuatu yang sungguh-sungguh ada, kelurusan hati; kejujuran.”[4]  Jika manusia hidup dengan paham relativisme berarti mereka tidak hidup dalam kebenaran, sebab untuk melakukan kebenaran harus ada sebuah dasar yang menjadi acuan untuk bertindak dengan benar.  Manusia tidak dapat menjadikan dirinya sebagai dasar dari kebenaran, sebab Alkitab berkata dalam kitab Roma 3:23 “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.”  Manusia telah berdosa dan tidak mungkin dapat menjadikan pengetahuannya sebagai dasar dari kebenaran.  Sedangkan Allah adalah Allah yang suci tanpa dosa, sehingga karena kesucian Allah itu, maka Allah adalah kebenaran yang hakiki, karena kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah.  Sehingga manusia seharusnya menjadikan Allah sebagai standar kebenaran yang tertinggi dari segala sesuatu.


Masalah Pokok
Masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
Pertama, Sejauh mana Kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menghukum manusia yang berdosa?
Kedua, Sejauh mana kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menyelamatkan manusia yang berdosa?

Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
Pertama, untuk memberikan pengertian bahwa kesucian Allah sebagai pembuktian kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menghukum manusia yang berdosa.
Kedua, untuk memberikan pengertian bahwa kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah dalam tindakan-Nya menyelamatkan manusia yang berdosa.


[1] Wordpress “Pesan Natal dari ruang angkasa”; diakses 03 desember 2010; tersedia di http://bukukuini.wordpress.com/2008/12/25/pesan-natal-dari-ruang-angkasa/
[2] Arti Kata. “Relativisme”; diakses 07 desember 2010; tersedia di http://www.artikata.com/arti-347432-relativisme.php
[3] Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), 131.
[4] J.S. Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1984)


BAB II
KESUCIAN ALLAH SEBAGAI PEMBUKTIAN KEBENARAN ALLAH
Pengertian Kesucian Sebagai Atribut Allah
            Kekudusan merupakan sifat dari pribadi Allah dan “Kekudusan Allah merupakan sifat yang terutama di antara semua sifat Allah.”[1]  “Jadi dapat dipahami bahwa Kesucian Allah adalah salah satu atribut-Nya yang transendentral, dan kadang-kadang dibicarakan sebagai kesempurnaan yang sentral dan paling tinggi.  Memang tampaknya kurang tepat, tetapi seandainya diperbolehkan, tekanan Alkitab pada Kesucian membenarkan pikiran ini.”[2]  Kesucian Allah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari jati diri Allah.  Nabi Habakuk mengakui tentang Kesucian Allah dalam Habakuk 1:13 “Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman…”  Kata suci berarti “sangat bersih, tidak bernoda, tidak membuat dosa, bersih, tidak mengandung perasaan buruk apapun.”[3]  Dalam Alkitab, Allah selalu dinyatakan sebagai Allah yang suci atau Allah yang Mahakudus.  Menurut John Miley Kesucian Allah merupakan salah satu bagian dari “Modes of Divine Moral Sensibility.”[4]  “Kata Ibrani untuk “kudus” (…- qadosh) berarti “ditentukan garis-garis batas” atau “ditarik dari pemakaian umum yang biasa.”  Kata ini berasal dari kata kerja yang artinya “memutuskan” atau “memisahkan.”[5]  Jika arti dari kata kudus dikaitkan kepada Allah, maka Allah adalah Allah yang benar-benar tidak terlibat dalam dosa dan secara pribadi hakekatnya adalah murni dan bersih dari semua kejahatan.  Sifat keilahian ini melekat erat dalam jati diri Allah dan dalam semua tindakan-Nya, Allah selalu bertindak sesuai dengan sifat-Nya yang suci.  Dalam buku Teologi Dasar, Charles Ryrie menjelaskan tentang makna dari Kesucian Allah sebagai berikut;
Biasanya didefenisikan secara negatif dan dalam hubungan terhadap suatu standar yang relatif, tidak mutlak.  Dalam Alkitab kesucian berarti pemisahan dari segala hal yang biasa atau najis.  Berkenaan dengan Allah, kesucian berarti tidak hanya bahwa Ia terpisah dari segala sesuatu yang najis dan jahat, tetapi juga bahwa Ia nyata-nyata bersih dan karenanya berbeda dari semua yang lain.[6]

            Sifat ilahi Allah yang suci mengacu kepada sebuah pemikiran bahwa segala tindakan yang keluar dari diri Allah semuanya adalah tindakan yang murni, tanpa maksud yang  jahat.  Kesucian Allah menunjukkan, bahwa hanya ada satu kebenaran yang tertinggi yaitu kebenaran Allah itu sendiri.  Kebenaran dan kesucian Allah adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, oleh karena sifat suci Allah, menunjukkan juga kebenaran dari diri Allah.  Tidak ada kebenaran yang lebih tinggi daripada kebenaran Allah, hal ini juga dikatakan oleh Henry C. Thiessen, “Allah tidak menghendaki yang baik karena itu baik, juga tidak dapat dikatakan bahwa sesuatu itu baik karena itu dikehendaki oleh Tuhan; jika halnya demikian maka itu berarti ada sesuatu yang baik yang lebih tinggi dari Allah atau yang baik itu sewenang-wenang dan bisa berubah-ubah.  Lebih tepat kalau dikatakan bahwa kehendak Allah merupakan wujud sifat-dasar Allah yang kudus itu.”[7]  Berarti sifat ilahi Allah yang kudus menunjukkan kebenaran Allah yang seharusnya menjadi standar moral dari semua manusia.  Tindakan-tindakan Allah yang kudus dapat terlihat jelas di dalam Alkitab dan secara khusus dalam Perjanjian Lama Allah lebih banyak dikenal sebagai pribadi yang kudus dan tidak berkompromi dengan dosa-dosa manusia.  Hal ini dapat terlihat secara nyata pada waktu Allah memberikan Sepuluh Hukum Taurat kepada bangsa Israel dengan tujuan supaya bangsa Israel menjalankan praktek kehidupan yang kudus dihadapan Tuhan Allah sebagai umat pilihan-Nya, sebab Allah itu kudus (Keluaran 20:1-17).
            Kesucian Allah merupakan sebuah tuntutan yang menjadikan kebenaran Allah sebagai standar yang mutlak bagi semua manusia.  1 Petrus 1:16 “sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus,” Allah memberikan standar kebenaran hidup bagi semua manusia, kebenaran yang didasarkan atas sifat-Nya yang ilahi dan menjadikan sifat-Nya yang suci sebagai standar kebenaran yang harus dipenuhi oleh semua manusia.  Millard J. Erickson pun mengatakan hal yang demikian bahwa, “Kesempurnaan Allah merupakan tolak ukur bagi watak moral kita serta pendorong bagi perbuatan keagamaan.  Seluruh peraturan moral bersumber pada kekudusan-Nya.”[8]  Dengan demikian seharusnya semua manusia melandaskan kebenaran dalam kekudusan Allah.  “Oleh karena yang tersebut diatas maka ada satu lagi sudut dari kesucian Allah, yaitu : bahwa kesucian ini akan membasmi segala yang tidak suci.  “Seperti asap hilang tertiup, seperti lilin meleleh di depan api, demikianlah orang-orang fasik binasa dihadapan Allah” (Mazmur 68:3).”[9]

Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menghukum Orang Yang Berdosa.
Allah Israel yang mahakudus, sangat-sangat tegas mengenai manusia yang melakukan dosa, Nahum 1:3 “Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa-Nya, tetapi tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah.”  Karena sifat ilahi Allah yang suci, maka Allah bertindak dengan Adil dan benar, kesucian-Nya tidak dapat membiarkan dosa itu terjadi begitu saja dihadapan-Nya, dan setiap dosa yang dilakukan akan mendapatkan hukuman dari Allah.  Tindakan untuk menghukum manusia berdosa berasal dari kekudusan Allah dan Allah secara aktif menunjukkan kebenaran-Nya.  “…Kebenaran Allah berarti bahwa hukum Allah sebagai ungkapan yang benar tentang diri-Nya, adalah sempurna sebagaimana Dia sempurna adanya.”[10]  Allah begitu serius dalam memandang dosa manusia, bahkan Adam yang sebelumnya memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan dijauhkan dari hadirat kekudusan Allah dan membawa kutukan dosa bagi generasi manusia sampai pada saat ini.  Dalam Perjanjian Lama dosa memiliki beberapa arti yang berasal dari bahasa Ibrani, salah satunya dosa berasal dari kata “Khata” yang memiliki “arti utamanya adalah tidak mengenai sasaran, dan sepadan dengan kata Yunani hamartano…kata tersebut digunakan untuk menjelaskan dosa kejahatan moral, penyembahan berhala, dan yang berhubungan dengan upacara.”[11]  Jadi, ketika manusia berdosa, sama halnya manusia tidak memenuhi standar kekudusan Allah atau tidak mencapai sasaran dari kebenaran yang Allah tetapkan.  Sehingga manusia harus dihukum, sebab kesucian Allah menuntut sebuah tindakan yang benar untuk menghukum manusia yang berdosa.  Tindakan menghukum dosa merupakan kebenaran dari Allah yang tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan oleh manusia.  Sifat suci dari Allah membuktikan kebenaran Allah yaitu kebenaran untuk bertindak secara adil terhadap semua manusia yang berdosa.  Paulus menyatakan tentang murka Allah atas setiap manusia yang berdosa dalam Roma 1:18-19 “Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.  Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka”  Murka Allah merupakan tindakan yang benar dari kebenaran Allah yang suci.  Bukan hanya tindakan Allah yang benar, tetapi pada hakekatnya Allah sendiri adalah kebenaran itu, dan kebenaran Allah itu semakin nampak oleh sifat Allah yang mahakudus.  Kemahakudusan Allah yang tidak dapat memandang dosa itu menyatakan kebenaran tentang Allah.

Kesucian Allah Dalam Tindakan-Nya Menyelamatkan Orang Yang Berdosa
            Allah yang suci membuktikan kebenaran Allah melalui tindakan-Nya menyelamatkan orang yang berdosa.  Kebenaran Allah dinyatakan melalui sifat Allah yang suci yang melihat bahwa semua manusia tidak ada yang suci dan tidak dapat hidup sesuai dengan standar hidup yang Allah tetapkan (1 Petrus 1:16).  Sejak dari kejatuhan Adam dan Hawa (Kejadian 3) sampai pada zaman sekarang dan yang akan datang, manusia telah mewarisi sifat berdosa dari Adam.  Manusia harus menanggung ganjaran dari Allah atas segala bentuk dosa yang telah dilakukan oleh adam, dan dosa yang secara pribadi mereka lakukan.  Namun Allah yang penuh kasih, bertindak untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, melalui karya penebusan dosa di dalam Kristus Yesus.  Roma 6:23, “Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”  Allah yang suci menjadikan diri-Nya sebagai Pribadi yang menebus dosa umat manusia melalui karya anak-Nya yang tunggal Yesus Kristus (Yohanes 3:16).  Kesuciaan dan kasih Allah berpadu dalam menunjukkan kebenaran tentang jati diri Allah.   Karena kesucian-Nya, maka secara otomatis hanya Dialah yang dapat menanggung segala hukuman atas manusia yang berdosa.  2 Korintus 5:21, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.  Dengan kata lain, Allah yang benar itu telah membenarkan manusia yang berdosa melalui kematian Yesus Kristus.  Paulus berkata dalam Roma 5:9, “Lebih-lebih karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah.”  Kesuciaan Allah mengharuskan Dia menghukum manusia yang berdosa, Kesucian Allah menjadikan diri-Nya sebagai Juruselamat bagi umat manusia yang berdosa dan kesucian Allah membuktikan bahwa hanya Allah Israel satu-satunya Allah yang benar.  “Sheed menyebutkan keadilan Allah sebagai “suatu cara pengungkapan dari kesucian-Nya”; dan Strong menyebutkan sebagai “kesucian transitif.”[12]  Karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus membuktikan sifat-sifat moral dari Allah, baik kesucian-Nya, kasih-Nya, maupun kebenaran-Nya, dan sifat-sifat lainnya.  Semua sifat Allah berjalan bersama, tanpa tindih menindih satu dan yang lainnya, melainkan semua sifat Allah adalah satu kesatuan yang ada di dalam jati diri Allah tersebut.  Dalam karya keselamatan, jika dilihat lebih dalam bahwa peran dari kesucian Allah terlihat jelas dalam membuktikan kebenaran tentang jati diri Allah.  Dia yang suci dan Dia yang benar, dengan atribut kesucian-Nya Ia membuktikan sifat dari kebenaran-Nya sendiri.  Semua kebenaran adalah kebenaran Allah dan kebenaran itu adalah Allah sendiri, sehingga semua manusia yang tidak benar harus dibenarkan melalui penebusan dosa dari Yesus Kristus yang adalah Allah yang suci itu.  Yesaya 53:6, “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”  Kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah melalui tindakan penyelamatan manusia yang berdosa.  Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri, hanya Allah yang suci yang dapat menyelamatkan manusia yang berdosa.  Melalui keselamatan yang Allah kerjakan, maka terbuktilah kebenaran Allah yang hakiki.



[1] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika (Malang; Gandum Mas, 1992), 127
[2] Luis Berkhof, Teologi sistematika (Surabaya : Momentum, 2008), 122.
[3] J.S. Badudu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1984)
[4] John Miley, Sistematic Theology (USA : Hendrikson Publisher, 1989), 199.
[5] Millard J. Erickson, Teologi Kristen (Malang: Gandum Mas, 1999), 368.
[6] Charles Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta : Andi, 1992), 51
[7] Henry c. Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 1992), 127.
[8] Millard J. Erickson, Teologi Kristen (Malang: Gandum Mas, 1999), 369.
[9] R.  Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002), 108.
[10] Ibid, 371
[11] Charles Ryrie, Teologi Dasar (Yogyakarta : Andi, 1992), 281.
[12] Luis Berkhof, Teologi sistematika (Surabaya : Momentum, 2008), 125.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Makalah ini membahas tentang hubungan antara kesucian Allah sebagai pembuktian kebenaran Allah.  Perlu diketahui bahwa, sifat-sifat Allah tidak pernah saling bertentangan, malahan sifat Allah itu saling berpadu untuk mengungkapkan kepada alam semesta ini tentang jati diri Allah sebenarnya.  Pembahasan makalah ini dibatasi kepada satu tujuan yaitu pembuktian tentang kebenaran Allah melalui sifatnya yang suci atau kudus.  Dalam mengungkapkan tentang kebenaran Allah, maka kesucian Allah dinyatakan dalam beberapa aspek, khususnya dalam makalah ini membahas ada dua aspek, dimana kesucian Allah membuktikan kebenaran Allah yaitu : pertama, kesucian Allah dalam tindakan-Nya menghukum orang-orang yang berdosa.  Dalam hal ini Allah yang suci tidak dapat membiarkan dosa dan harus menghukum manusia yang berdosa, sehingga dari kesucian Allah ini terlihat jelas tentang kebenaran Allah.  Kedua, kesucian Allah dalam tindakan-Nya menyelamatkan orang-orang yang berdosa.  Bukan hanya dengan menghukum maka kesucian Allah membuktikan kebenaran tentang Allah, tetapi lewat karya penyelamatan kesucian Allah juga membuktikan tentang kebenaran Allah.  Karena Dia suci, maka hanya Dia yang dapat menyelamatkan manusia dan dengan demikian kebenaran Allah pun telah terbukti.  Hanya Allah yang benar, hal itu terungkap melalui sifat-Nya yang suci.  Kesucian Allah sebagai pembuktian tentang kebenaran Allah hanya dapat dimengerti sejauh Allah mengungkapkan hal itu di dalam kehidupan manusia.  1 Yohanes 3:3, “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.”  Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika anda ingin belajar bahasa Yunani, terlebih dahulu anda harus memiliki font Yunani di dalam PC/Laptop anda untuk dapat membaca tulisan, kalimat, dan kata-kata di dalam konten "Belajar Yunani".
Font Yunani dapat anda download di :

Jika anda ingin belajar Ibrani silahkan download font Ibrani di :