Metode-Metode
Penafsiran
Dalam ilmu penafsiran, ada metode-metode yang digunakan untuk menafsirkan teks. Hal ini dikarenakan setiap naskah dari Alkitab itu dituliskan dengan tujuan yang berbeda-beda dan menyimpan makna yang berbeda pula dari setiap penulis Alkitab.
1. Metode Alegoris
Metode
ini beranggapan bahwa dibalik arti yang jelas dan nyata dari kitab suci
terdapat arti yang sebenarnya. Dalam
membuat alegori, sebuah nas dengan arti harfiah yang jelas ditafsirkan dengan
memakai perbandingan pokok demi pokok, yang memunculkan suatu arti rohani
tersembunyi yang tidak jelas dalam bahasa nas tersebut.
Alegoris
: Suatu cerita yang didalamnya orang-orang, hal-hal dan kejadian-kejadian
mempunyai arti lain, seperti dalam fable, atau parable (perumpamaan); alegori
digunakan untuk mengajar atau menjelaskan: penyajian ide-ide dengan memakai
cerita-cerita tersebut; cerita atau gambar simbolis. (Webster)
Suatu
alegori adalah suatu metafora yang luas, sama seperti perumpamaan adalah tamsil
yang luas. Suatu metafora adalah suatu
kata kiasan yang di dalamnya suatu hal disamakan dengan yang lainnya. Di dalamnya suatu hal dibicarakan seakan-akan
hal itu adalah hal lainnya. Ini
merupakan suatu perbandingan tersirat yang di dalamnya satu kata atau frasa
yang biasanya dan yang terutama digunakan untuk hal lain (Mis. Tuhan, Bukit batuku – Mazm. 18:3; Lihat Anak
Domba Allah – Yoh.1:29).
Sebuah
tamsil adalah sebuah kata kiasan yang di dalamnya satu hal disamakan dengan hal
lainnya. Tetapi biasanya dengan memakai
kata-kata “seperti” dan “bagaikan.”
Tamsil adalah perbandingan yang dinyatakan yang di dalamnya diberikan
bukti bahwa sedang diadakan suatu perbandingan (Mis. Seperti bayi yang baru lahir – 1 Pet.2:2).
Dari
defenisi ini bisa ditarik satu perbedaan penting antara alegori dan
perumpamaan. Alegori berisi
penafsirannya sendiri secara lengkap di dalamnya, atau dalam konteksnya, karena
hal yang satu dinyatakan sebagai hal lainnya (Akulah pokok anggur – Yohanes
15:1), Perumpamaan bisa secara jelas menyatakan
perbandingannya (Hal kerajaan sorga itu seumpama biji sesawi – Mat.13:31), atau
tanpa perbandingannya sama sekali dan akan memerlukan penjelasan dari luar
perumpamaan tersebut untuk mengetahui apa yang diperbandingkan (Adalah seorang
penabur keluar untuk menabur – Mat.13:3).
2.
Metode Mistis
Metode
ini beranggapan bahwa dibalik kata dan pengertiannya yang biasa itu tersembunyi
aneka ragam arti. Jadi metode mistis
manganggap kitab suci bisa mempunyai sejumlah arti. Ketika sebuah nas ditulis oleh penulis
Alkitab, tujuan dari penulis Alkitab tersebut bukan hanya satu tetapi banyak
pengertian yang tersembunyi di dalamnya.
Sehingga metode mistis menafsirkan sendiri sesuai dengan aturan sendiri,
bukan didasarkan atas maksud dari penulis Alkitab tersebut.
3.
Metode
Pengabdian.
Metode
ini beranggapan bahwa Alkitab ditulis untuk pembinaan pribadi setiap orang yang
percaya dan bahwa pengertiannya yang tersembunyi untuk setiap pribadi hanya
bisa diungkapkan dengan cahaya sinar rohani batiniah yang besar. Metode ini memeriksa Alkitab untuk menemukan
arti yang dapat membangun kehidupan rohani.
Jadi, menafsirkan ayat-ayat Alkitab dengan metode pengabdian berarti
mencari dibalik arti harfiah yang jelas dari ayat-ayat itu pengertian rohani
yang dapat diterapkan dalam kehidupan orang percaya. (mis. Mat.10:9,10,19).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar